Diriku Apa Adanya

Foto saya
Indonesia
Only new-born human to develop potencies optimum 100% and to give multi-purposes internationally

Rabu, April 23, 2008

MENELUSURI SEJARAH KEJAYAAN EKONOMI ISLAM

Oleh: Ade Chandra
Ketua PSDM ALIM (Asosiasi Profesional Muslim) – Riau

Saat menghadiri pertemuan pakar lintas disiplin ilmu beberapa dekade yang lalu disalah satu hotel berbintang di kota Padang, banyak pakar yang meragukan eksistensi ekonomi Islam. Bahkan ada pakar yang lantang minta bukti bahwa ekonomi Islam pernah eksis dulunya. Saat ini pun pertanyaan yang demikian sering juga mengemuka dalam beberapa diskusi. Makanya, sejenak mari telusuri sejarah kejayaan ekonomi Islam tempo doeloe.

Kejayaan Ekonomi Islam dikenal mulanya pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khatab (13-23 H / 634-644 M). Juga masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz (99-102 H/818-820 M).

Kita telusuri dulu pemerintahan Khalifah Umar bin Khatab yang berlangsung selama 10 tahun. Saat itu diberbagai wilayah, Islam diterapkan dengan baik. Masyarakat Muslim dan non- Muslim menikmati kemakmuran dan kesejahteraan. Tidak ditemukan seorang miskin pun. Sebagaimana kisah Muadz bin Jabal yang diutus untuk memungut zakat di Yaman. Muadz pernah mengirimkan hasil zakat yang dipungutnya di Yaman kepada Khalifah Umar di Madinah karena Muadz tidak menjumpai orang yang berhak menerima zakat di Yaman. Tetapi Khalifah Umar mengembalikannya. Lalu Muadz mengirimkan sepertiga hasil zakat itu, Khalifah Umar kembali menolaknya dan berkata, ”Saya tidak mengutusmu sebagai kolektor upeti. Saya mengutusmu untuk memungut zakat dari orang-orang kaya disana dan membagikannya kepada kaum miskin dikalangan mereka juga.” Muadz menjawab. ”Kalau saya menjumpai orang miskin disana, tentu saya tidak akan mengirimkan apa pun kepada Anda.”

Tahun kedua, Muadz mengirimkan separuh hasil zakat yang dipungutnya kepada Khalifah Umar, tetapi Khalifah mengembalikannya. Tahun ketiga, Muadz mengirimkan semua hasil zakat yang dipungutnya, yang akhirnya juga dikembalikan oleh Khalifah Umar. Muadz berkata, ”Saya tidak menjumpai seorang pun yang berhak menerima bagian zakat yang saya pungut.”

Pada masa Khalifah Umar, Syria, Palestina, Mesir, Irak dan Persia ditaklukkan. Penaklukan ini menyebabkan harta rampasan perang melimpah ruah. Setelah penaklukan Nahawand (20 H), setiap tentara berkuda mendapatkan ghanimah 6.000 dirham dan tentara infanteri mendapat 2.000 dirham.

Walaupun rakyatnya sejahtera, Khalifah Umar tetap hidup sederhana. Beliau mendapatkan tunjangan dari Baitul Mal hanya sebesar 16.000 dirham per tahun.
Selanjutnya, masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz (merupakan cucu dari Khalifah Umar bin Khatab). Masa pemerintahannya hanya 3 tahun. Namun beliau mampu menyejahterakan rakyat.

Dalam suatu kisah, disebutkan bahwa Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkata, ”Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat di Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai seorang pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan. Akhirnya saya memutuskan untuk membeli budak lalu memerdekakannya.”

Kemakmuran merata diwilayah Khilafah Islam, seperti di Irak dan Basrah. Abu Ubaid mengisahkan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, Gubernur Irak sat itu. Agar membayar semua gaji dan hak rutin di propinsi itu. Dalam surat balasannya, Abdul Hamid berkata, ”Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka. Namun di baitul Mal masih terdapat banyak uang.”
Khalifah Umar memerintahkan, ”Carilah orang yang dililit hutang tetapi tidak boros. Berilah dia uang untuk melunasi hutangya.”
Abdul Hamid kembali menyurati Khalifah Umar, ”Saya sudah membayarkan hutang mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang.”
Khalifah memerintahkan lagi, ”Kalau ada orang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya.”
Abdul Hamid sekali lagi menyurati Khalifah, ”Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah. Namun di Baitul mal ternyata masih juga banyak uang.”
Akhirnya, khalifah Umar memberi pengarahan. ”Carilah orang yang biasa membayar jizyah dan kharaj. Kalau ada yang kekurangan modal, berilah mereka pinjaman agar mampu mengolah tanahnya. Kita tidak menuntut pengembaliannya kecuali setelah dua tahun atau lebih.”

Sementara itu, Gubernur Basrah pernah mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz, ” Semua rakyat hidup sejahtera sampai saya sendiri khawatir mereka akan menjadi takabbur dan sombong.”
Khalifah Umar dalam surat balasannya berkata, ”Ketika Allah memasukkan calon penghuni Surga ke dalam Surga dan calon penghuni Neraka ke dalam Neraka, Allah ’Azza wa Jalla merasa ridha kepada penghuni Surga karena mereka berkata, ’Segala pujian milik Allah yang telah memenuhi janji-Nya.’ (QS. Az Zumar: 74). Karena itu, suruhlah orang yang menjumpaimu untuk memuji Allah Swt”.

Walau rakyatnya sejahtera, Umar bin Abdul Aziz tetap hidup sederhana. Beliau menunjukkan kejujuran dan kesederhanaannya sejak awal menjabat Khalifah. Beliau mencabut semua tanah garapan dan hak-hak istimewa Bani Umayyah serta mencabut hak kekayaan lainnya yang diperoleh dengan jalan kekerasan dan penyalahgunaan kekuasaan Bani Umayyah. Umar bin Abdul Aziz mulai dari dirinya sendiri dengan menjual semua kekayaannya dengan harga 23.000 dinar lalu menyerahkan semua hasil penjualannya ke Baitul Mal.

Inilah bukti keberhasilan Ekonomi Islam. Keberhasilan yang hanya didapat bila ekonomi Islam memenuhi syarat mutlaknya. Yaitu dalam masyarakat Muslim, Islam diterapkan secara menyeluruh (kaffah). Baik dibidang ekonomi, maupun bidang-bidang lainnya seperti politik, sosial, pendidikan, budaya dan lain-lain. Sebab sistem Islam itu bersifat integral dan saling melengkapi.

Yang jelas, kejayaan Ekonomi Islam dapat terulang kembali bila kita mengambil peran masing-masing untuk mewujudkannya secara sistematis dan berkelanjutan.
Bagaimana dengan Anda?

Pekanbaru, 19 Rabiul Awal 1428 H
7 April 2007 M

MERUBAH PARADIGMA BERPIKIR

Oleh: Ade Chandra
Ketua PSDM ALIM (Asosiasi Profesional Muslim) – Riau


Paradigma berpikir ekonomi kapitalis maupun ekonomi sosialis telah melekat dalam pikiran kita. Selalu kita dengar, lihat dan rasakan hasilnya. Disaat itu pula kita saksikan, ekonomi sosialis yang dimotori Uni soviet telah hancur berkeping-keping. Sedangkan ekonomi kapitalis sedang berada dipuncaknya. Ekonomi yang dimotori Amerika Serikat membius seluruh umat manusia didunia akan kehebatannya. Bersamaan dengan itu, muncul model ekonomi Islam yang dianggap ”baru”, sehingga tidak mudah diterima begitu saja. Perlu upaya sistematis dan berkelanjutan dengan langkah awal melakukan perubahan paradigma berpikir.

Pada dasarnya, sulit bagi siapapun untuk menerima “ide baru”. Walaupun hal itu merupakan kebenaran yang hakiki. Padahal, tentu jauh lebih sulit menerima ide baru bila tidak belajar dari pada melakukan proses belajar terlebih dahulu.
Contoh defenisi tentang ilmu atau knowledge. Alfred Marshall mengatakan bahwa knowledge is our powerful engine of production. It enables us to subdue nature and satisfy our wants (ilmu adalah mesin kita yang berkekuatan untuk berproduksi. Sehingga hal itu akan membuat kita sanggup menundukkan alam dan dan memuaskan keinginan kita).

Syaikh Ibnu Hibban dan Ibnu Abdil Barr dalam Ihya Al-Ghazali, mendefenisikan ilmu, bahwa “barangsiapa mempelajarinya karena Allah, itulah TAQWA, menuntutnya, itulah IBADAH, mengulang-ulangnya, itulah TASBIH, membahasnya, itulah JIHAD, mengajarkannya kepada orang yang tidak tahu, itulah SEDEKAH, memberikannya kepada ahlinya, itulah MENDEKATKAN DIRI KEPADA TUHAN.”

Juga pengertian tentang manusia. Nigel Lawson dalam bukunya Some Reflections on Morality and Capitalism in Brittan and Hamlin (1995) menyebutkan bahwa “man is a moral animal and no political or economic order can long survive except on a morale base” (manusia adalah suatu binatang bermoral dan tidak ada politik atau permintaan ekonomi dapat bertahan lama hidup kecuali didasari atas dasar moral).

Sedangkan manusia dalam pandangan Al Qur’an disebutkan sebagai hamba Allah (QS. Adz Dzariyat 51: 56): “Dan Aku (Allah) tidak menciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku”.dan manusia sebagai khalifah (QS. Al Baqarah 2: 30): Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”

Saat defenisi ilmu dan manusia disebutkan, paradigma berpikir menanggapinya tanpa sengaja secara berbeda dalam pikiran kita. Wajar tentunya untuk ekonomi Islam, paradigma berpikir juga bisa menjadi keliru. Disinilah perlu adanya suatu perubahan. Sebagai syarat agar paradigma berpikir kita menjadi merdeka dan berpikir benar.
Al Qur’an juga mengingatkan kita akan hakikat perubahan. Sebagaimana disebutkan dalam Surat Ar Ra’d 13: 11, ”Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” Sehingga syarat adanya perubahan adalah adanya nilai dan adanya pelaku.

Allah swt juga memberikan kabar gembira sekaligus kabar buruk pada manusia tentang perubahan. Disebutkan dalam Surat Al ’Araf :96. ”Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”

Maka, saat paradigma berpikir kita tentang ekonomi Islam, tentu sandaran dasarnya adalah Islam itu sendiri. Islam yang sumbernya telah digariskan dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Sehingga membahas ekonomi Islam, maka mesti digali dari sumbernya. Apalagi Islam telah dinyatakan sempurna dan diridhoi oleh Allah swt. Sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an surat Al Ma’idah 5: 3. ”... Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhoi Islam itu jadi agama bagimu.

Makanya, manusia adalah sebagai pembawa nilai dan pelaku dalam ekonomi Islam, berupaya untuk mewujudkan KEMAKMURAN & KESEJAHTERAAN dalam hidup & kehidupannya sebagai manifestasi dari tugas sebagai khalifah diatas bumi ini. Allah SWT telah sebutkan dalam Al Qur’an surat Al An’am 6 :165, ”Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Wajar saat model ekonomi Islam dikumandangkan, pelakunya mesti menjadi orang yang berupaya sungguh-sungguh untuk memahaminya, menyebarkannya, dan membuat proyek-proyek ekonomi sebagai aplikasi amal-amal produktif dari ekonomi Islam. Sehingga ekonomi Islam tidak saja hanya sebatas pemikiran dan ilmu. Tidak saja dalam tataran wacana dan seminar, melainkan mesti menjadi amal sebagai buah dari pada ilmu.
Nilai dan pelakunya menjadi bagian tak terpisahkan dan berkaitan satu sama lainnya. Bila salah satunya hilang, maka yang lain akan berjalan dengan timpang. Sehingga bisa saja, nantinya pelaku-pelaku ekonomi Islam akan bermunculan orang-orang non Muslim yang tanpa nilai dan jiwa Islam itu sendiri.

Nah, bila paradigma berpikir ekonomi Islam telah benar, maka percepatan aplikasinya akan mudah untuk dikembangkan. Sehingga lahir inovasi dan variasi turunan ekonomi Islam. Kian hari pelaku akan semakin bertambah. Hal ini diharapkan juga memunculkan kebijakan-kebijakan strategis dari pemerintah. Sinergitas erat antara pemerintah, praktisi, akademisi dan pelaku ekonomi Islam, menjadi ekonomi Islam demikian indah dan dinikmati semua pihak. Tidak terbatas dikalangan kaum Muslim saja. Lambat laun juga akan dirasakan oleh non-Muslim. Bukan kah Rasulullah juga diutus untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam, tanpa membedakan agama, suku dan ras tertentu.

Bagaimana dengan Anda?

Pekanbaru, 26 Rabiul Awal 1428 H
14 April 2007 M

Apa yang Kau Cari?

Sebuah renungan dari: herisudarsono_master@yahoo.co.id

21 April 2008

Ketika aku keluar dari pesawat ternyata udara Helsinki tidak begitu dingin, kurang sedikir di bawah 20 derajat Celcius. Walaupun akhirnya aku juga mengenakan jaket yang kubeli di Manchester dua hari yang lalu. Keluar dari Airport aku naik taksi Yellow Line menuju ke pusat kota, dengan membayar 30 euro akhirnya aku sampai Hotel Grand Marina. Hotel ini bekas gudang raksasa, oleh karenanya tidak heran kalau dari kamar-kamar hotel, kita bisa melihat pemandangan pantai dengan segala hiruk-pikuknya, termasuk kapal-kapal pesiar yang seolah parkir di depan mata.

Sampai di depan hotel, tampak terlihat sekumpulan orang, tamu hotel yang duduk-duduk santai di kafe terbuka di depan hotel dalam suasana yang penuh damai. Di bawah siraman cahaya keemasan matahari sore hari, mereka memanfaatkan suasana romantis itu dengan mengobrol, mencicipi kue ringan, lengkap dengan kopi yang masih mengepul. Tampaknya nikmat sekali. Angin menerpa bunga-bunga khas Eropa yang menghiasi beranda hotel, membawa udara sejuk. Sungguh sulit untuk di lupakan!!!

Setelah mendapatkan kamar, lalu mandi sejenak untuk sekadar menyegarkan badan dan menghilangkan penat, berganti pakaian, Setelah sholat maqrib aku keluar dari hotel ketika itu suasana dingin malam menyambutku, membuat aku semakin merapatkan kancing jaket sampai ke di ujung leherku dan kedua tanganku kumasukkan di dalam dua saku jaket. Sedikit nyaman!!!!. Malam ini aku ada janjian dengan Prof Agus untuk bertemu di gerai tidak jauh simpang jalan hotel Grand Marina. Ku langkahkan kakiku menuju simpang jalan yang ada diujung blok bangunan pertokoan. Sambil menoleh kekiri kekanan akhirnya gerai itu kutemukan!!! Sebuah gerai roti khas Finlandia. Ternyata Prof Agus sudah duduk di pojok gerai di samping jendela kaca besar. Aku masuk ke gerai itu terasa lebih hangat. Aku mendekatinya untuk mengucapkan salam, sambil memesan kentang khas rasa Finlandia dan segelas kopi ketal manis Tidak lama kemudian aku terhanyut dalam sebuah diskusi.

“Apa hubungan pendidikan dan industrialisasi (kapitalisasi) , Prof” tanya ku sambil kuletakkan tas ransel dikursi kulit sintetis sampingku.

“Proses industrialisasi membawa pengaruh dalam mengembangkan sistem pendidikan di suatu Negara” jawab Prof Agus sambil minum kopi yang masih mengepul, seperti asap dupa yang baru di bakar menyelimuti wajahnya!!

“Maksudnya….?” Kataku minta penjelasan sambil ku ambil sepiring kentang dan kopi kental manis yang tadi kupesan di baki seorang pelayan setengah tua yang baru datang

“Kamu bisa lihat…pendidikan sekarang ini tidak lebih sebagai alat yang digunakan untuk mendeteksi… dan mengikuti apa yang diinginkan industrialisasi. Yang direfleksikan dari kerangka silabi, setumpuk referensi, metode pengajaran dan sistem penilaian…..!!!” dengus Prof Agus sambil melihat wajahku dengan tatapan yang tajam. Seolah menuduhku mencuri, dan dia siap untuk ngebuki!!

“….emm masalahnya apa…Prof”sahutku mengelak dari tatapan matanya sambil kuraih segelas kopi kental manis untuk ku minum. Terasa hangat air kopi merambat di seluruh sendi tulangku!!!

Dalam hal ini pendidikan bukan menjadi intensitas independent dalam kehidupan manusia tetapi menjadi sebuah alat yang mefungsikan diri hanya sebagai jalan bagi manusia menghadapi industrialisasi….”jawab Prof Agus sambil mengiris sepotong roti yang ada di depannya dengan pelan

“…lalu apa makna pendidikan selanjutnya Prof…?” tanya ku lagi menganggu nikmat Prof Agus yang sedang mengiris roti

“…Pendidikan memaknai segala fungsi manusia dan benda-benda sekitar kita, bila pendidikan digunakan untuk mengakomodasi kepentingan industrialiasi maka pendidikan akan memaknai fungsi manusia dan benda-benda sekitar kita seperti industrialisasi inginkan……Kemampuan manusiapun akhirnya mengikuti keinginan industrialisasi yang mengarah pada penyeragaman ….!!!” Jawab Prof Agus sambil memasukkan roti yang ditusuk dengan garpu di mulutnya.

“Lalu …?” sahut aku sambil ku makan sepotong kentang hangat.

“Oleh karenanya, pendidikan mengasumsikan bahwa manusia mempunyai kemampuan sama…. maka sama pula proses pembelajaran bagi mereka semua. Dampak dari proses ini adalah usaha untuk memberi peringkat di kelas-kelas, tanpa mempedulikan perbedaan potensi di antara anak didiknya….. Bagi yang tidak mampu bersaing akan terlindas dalam industrialisasi…. karena…pendidikan telah menjadi tangan kanan industrialisasi menjadikan mereka yang tidak mampu bersaing dianggap sebagai manusia yang tidak ada fungsi….”jelas Prof Agus sambil menyeruput kopi kental yang ada di tangannya

“…..begitu pentingkah makna dalam pendidikan” kataku sambil menyeruput nikmat kopi kopi kental manis khas Eropa itu.

“Pendidikan dalam konsep industrialisasi akan memberikan solusi bagi manusia pada pilihan-pilihan mekanistik….. Industrialisasi telah memenjarakan pada pemaknaan-pemaknaan baru…sehingga tingkat kesadaran manusia atas posisi di semesta terekayasa oleh kepentingan interpretasi industrialisasi……

“Ehmmm…”aku cuma mengangguk pelan

“Bila nama, istilah, dan simbol dimaknai secara mekanistik maka makna-makna ini akan mengikat manusia pada dunia baru yang serba materialistis…. Dalam dunia ini kehormatan manusia dihargai dari berapa besar materi yang dihasilkannya…. Kehidupan menjadi diskriminatif… dan makna diskriminasi dalam industrialisasi menjelma menjadi sesuatu yang tidak mengandung sensitifitas dalam ranah pemaknaanya…..karena diskriminasi adalah konswensi dari symbol kemajuan industrialisasi….”kata Prof Agus mengalir .

“Itu karena pendidikan hanya di gunakan untuk mendapatkan uang, Prof“celetukku mengamini pernyataan Prof Agus

“Karena…ukuran kebahagian dimaterikan, manusia bahagia tergantung dari quantitas materi yang dapatkan. Pendidikan telah mengajarkan berbagai strategi untuk mendapatkan kebahagian dengan target materi yang telah disesuaikan… dengan ilmu yang dipaketkan!! !….. Pendidikan akhirnya tidaklah meninggikan derajat menusia sebagai seorang hamba Allah (ubudiyyah) tetapi menimbulkan konsekuensi penindasan dengan dibungkus dengan kemodernan.. !!!”kata Prof menyeruput kopi lagi tanpa memandangkku seolah dia bicara dengan anggannya. Membuat aku merasa seperti batu didepannya!! !

….mengapa bisa menjadi seperti itu Prof”tanyaku sambil menatap wajahnya yang sedikit tua karena beberapa uban di kepalanya tumbuh rata.

“Pendidikan saat ini lebih banyak menawarkan konsep “bagaimana cara berbuat (know how)” bukan “mengapa berbuat demikian (know why)” (Elements of Philosophy, Luois Katsoff, 1986)….. Dari sini kau bisa melihat bagaimana pendidikan membingkai anak didik sebagai mahluk pasif, bukanlah mahluk aktif yang dapat menidentifikasi, mengklasifikasi, dan meverifikasi dunia dalam imajinasinya….. Bila pendidikan mengabaikan manusia sebagai mahluk aktif maka pendidikan tidak akan mampu mengakomodasi keutuhan manusia atas kemanusiaannya”

“ Apakah itu bermasalah, Prof” kataku mencari tahu
.
“Pendidikan seperti ini akan mengarahkan manusia pada jalan yang serba pragmatis….karena dituntut untuk mendapatkan identitas atau gelar sebagai symbol keahlian dan keilmuwan dalam bidang tertentu namun…..tidak menyadari mengapa harus memiliki identitas seperti itu….. Identitas tidak akan menjawab masalah manusia bila identitas sendiri tidak menjamin manusia bisa memenuhi kebutuhan di tingkat idealitasnya…. karena identitas yang dihasilkan tidak didapatkan dari proses pendidikan yang seutuhnya.

“…maksudnya…seutuhnya ”

“Yaitu pendidikan yang melibatkan aspek pasif dan aktif dari diri manusia sehingga manusia mampu memposisikan dirinya sebagai mahluk yang utuh. Keutuhan inilah yang akan mempengaruhi persepsi manusia atas dirinya terhadap semesta….. Keutuhan juga menjadi titik tolak bagi manusia membebaskan diri belenggu yang menyekat fitrahnya”.

“… apa sesungguhnya tujuan pendidikan kalau begitu?”tanyakan sambil memegang erat gelas yang masih hangat untuk membuat tangan yang masih kedinginan menjadi nyaman.

“Tujuan akhir pendidikan adalah bagaimana manusia mendapatkan kebahagiaan sejati….. Kebahagian tidak akan didapat bila ia selalu menjauhi fitrahnya. Manusia tidak akan mendapatkan fitrah yang dimiliki bila selalu menjauhi apa yang Allah kehendaki. Pendidikan dalam Islam selalu melibatkan kehendak Allah dalam memposisikan hidup manusia (Concept of Education, Naquib Alatas, 1999)…. Oleh karenanya pendidikan merupakan pengenalan dan pengakuan, yang diajarkan secara progresif kepada manusia, mengenai tempat yang sebenarnya dari segala sesuatu dalam tatanan ciptaan yang mengarah pada pengenalan dan pengakuan tempat yang patut bagi Allah dalam tatanan wujud dan eksistensi…”kata Prof Agus dengan suara yang berat

“Bagaimana kita bisa mendapatkan itu, Prof “kataku mengejar

“Islam sebagai dyn mempunyai peran pengingat peristiwa perjanjian primordial antara Allah dan manusia…… Manusia diingatkan kembali akan fitrahnya sebagai seorang hamba dengan spesifikasi potensi tertentu setiap individunya. Sudah ada janji sebelumnya antara manusia dengan Allah yang membawa konsekuensi pada kelahiran seorang manusia yang ideal dengan karakter keilmuwan yang khas….. Allah kembali mengingatkan janji manusia tersebut melalui ajarannya yang kita bisa implisitkan lewat pendidikan (Islam dan Secularism, Naquib Alatas, 1993)……”

“Lalu…?”kataku menunggu sambil kuambil sepotong ketan lagi yang mulai dingin

“Oleh karenanya sebagai pengingat pendidikan memiliki tanggung jawab meletakkan kembali manusia pada tempatnya sebagai manusia….. Bukan benda yang berkarakter sebagai objek dari kemajuan industrialisasi…. Jadi industrialisasi adalah refleksi dari spectrum manusia sebagai mahluk yang memiliki posisi tinggi bukan sebaliknya…. Sebenarnya pendidikan Islam adalah mengajarkan dan memperkenalkan adab kepada seorang manusia. Adab adalah memposisikan diri sendiri dalam suatu sistem yang terdiri dari tingkatan (maqamat) dan level (maratib) (Concept of Education, Naquib Alatas, 1999)…”.

“Pengenalan adab?”

“Pendidikan merupakan proses penyadaran manusia atas posisinya sebagai manusia!!!. Hal ini mengandung berbagai konsekwensi dari pembentukan sistem pendidikan, seperti dalam proses belajar mengajar. Guru dan murid memiliki peran sebagai ‘penikmat’ ilmu dalam visi spiritual…… Mereka saling menghormati karena tuntutan kemanusiaannya untuk mendapatkan penyadaran. Jadi proses untuk mendapatkan ilmu atau pendidikan, membangun karakteristik ilmu yang diperoleh manusia…… Oleh karenanya tujuan pendidikan dalam Islam tidak akan meninggalkan prosesnya agar timbul penyadaran akan posisi manusia sebagai hamba Allah (ubudiyyah) dan ciptaan-Nya (ruhubiyyah)”

“Bagaimana bisa”

“…Bila manusia mampu membawa dirinya kepada fitrahnya, membawa dirinya kepada level penghambaan sebagai manusia dan menaruh posisi dirinya dalam kekuasaan-Nya maka mereka akan beruntung sehingga mereka mendapatkan kebahagian sejati…”

“Kebahagian sejati!!!, kebahagian macam apa itu, Prof”tanyaku memohon

“Bukankah tujuan hidup menusia menjadi orang yang berbahagia?. Kebahagiaan adalah keyakinan yang membuahkan ketenangan hati (The Meaning and Experience of Happiness in Islam, Naquib Alatas, 2001)…... Keyakinan terjadi ketika manusia bisa melihat jelas segala unsur dari segala eksistensi yang ada di dalam dirinya dan ada di objek yang di lihat…… Selanjutnya manusia mampu meletakkan pada kemaujudan dirinya sebagai subjek di semesta”. Kata Prof Agus sambil meneguk tetesan akhir copy yang tersisa di gelasnya.

Aku cuma mengangguk-angukkan kepala. Waktu seolah merayap cepat tidak terasa sudah pukul 18.000. Aku dan Prof Agus berjanji ketemu lagi besok malam. akhirnya kami berpisah sebelum Prof Agus menawarkan kepadaku untuk menginap di rumahnya. Tapi aku menolak!. Kemudian aku melanjutkan perjalanan menyelusuri malam di sudut-sudut kota Helsinki. Sekitar pukul 16.00, aku membeli karcis 14 euro untuk menaiki feri, berkeliling di seputar Pelabuhan Selatan selama dua jam. Berputar-putar menikmati keindahan warna lampu kota dari lautan dan keelokan alunan air yang tepias oleh cahaya bulan di sepanjang bibir pantai. Helsinki menimbulkan kembali kerinduan

Setelah satu bulan beberapa kali diskusi dengan dengan Prof Agus. Akhirnya waktu perpisah telah tiba!. Aku pamit Prof Agus untuk mengucap terima kasih atas ilmu yang diberikannya. Kemudian, aku terbang menuju Indonesia namun sebelumnya mampir UIA selama 2 hari di sana. Aku rindu!!!…suasana ketika hujan berhenti di sore hari, sambil duduk-duduk dan minum Nescafe di undakan menghadap sungai UIA yang warna airnya seperti teh Tarik yang mengalir tiada henti!!!