Diriku Apa Adanya

Foto saya
Indonesia
Only new-born human to develop potencies optimum 100% and to give multi-purposes internationally

Rabu, April 23, 2008

MERUBAH PARADIGMA BERPIKIR

Oleh: Ade Chandra
Ketua PSDM ALIM (Asosiasi Profesional Muslim) – Riau


Paradigma berpikir ekonomi kapitalis maupun ekonomi sosialis telah melekat dalam pikiran kita. Selalu kita dengar, lihat dan rasakan hasilnya. Disaat itu pula kita saksikan, ekonomi sosialis yang dimotori Uni soviet telah hancur berkeping-keping. Sedangkan ekonomi kapitalis sedang berada dipuncaknya. Ekonomi yang dimotori Amerika Serikat membius seluruh umat manusia didunia akan kehebatannya. Bersamaan dengan itu, muncul model ekonomi Islam yang dianggap ”baru”, sehingga tidak mudah diterima begitu saja. Perlu upaya sistematis dan berkelanjutan dengan langkah awal melakukan perubahan paradigma berpikir.

Pada dasarnya, sulit bagi siapapun untuk menerima “ide baru”. Walaupun hal itu merupakan kebenaran yang hakiki. Padahal, tentu jauh lebih sulit menerima ide baru bila tidak belajar dari pada melakukan proses belajar terlebih dahulu.
Contoh defenisi tentang ilmu atau knowledge. Alfred Marshall mengatakan bahwa knowledge is our powerful engine of production. It enables us to subdue nature and satisfy our wants (ilmu adalah mesin kita yang berkekuatan untuk berproduksi. Sehingga hal itu akan membuat kita sanggup menundukkan alam dan dan memuaskan keinginan kita).

Syaikh Ibnu Hibban dan Ibnu Abdil Barr dalam Ihya Al-Ghazali, mendefenisikan ilmu, bahwa “barangsiapa mempelajarinya karena Allah, itulah TAQWA, menuntutnya, itulah IBADAH, mengulang-ulangnya, itulah TASBIH, membahasnya, itulah JIHAD, mengajarkannya kepada orang yang tidak tahu, itulah SEDEKAH, memberikannya kepada ahlinya, itulah MENDEKATKAN DIRI KEPADA TUHAN.”

Juga pengertian tentang manusia. Nigel Lawson dalam bukunya Some Reflections on Morality and Capitalism in Brittan and Hamlin (1995) menyebutkan bahwa “man is a moral animal and no political or economic order can long survive except on a morale base” (manusia adalah suatu binatang bermoral dan tidak ada politik atau permintaan ekonomi dapat bertahan lama hidup kecuali didasari atas dasar moral).

Sedangkan manusia dalam pandangan Al Qur’an disebutkan sebagai hamba Allah (QS. Adz Dzariyat 51: 56): “Dan Aku (Allah) tidak menciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku”.dan manusia sebagai khalifah (QS. Al Baqarah 2: 30): Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”

Saat defenisi ilmu dan manusia disebutkan, paradigma berpikir menanggapinya tanpa sengaja secara berbeda dalam pikiran kita. Wajar tentunya untuk ekonomi Islam, paradigma berpikir juga bisa menjadi keliru. Disinilah perlu adanya suatu perubahan. Sebagai syarat agar paradigma berpikir kita menjadi merdeka dan berpikir benar.
Al Qur’an juga mengingatkan kita akan hakikat perubahan. Sebagaimana disebutkan dalam Surat Ar Ra’d 13: 11, ”Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” Sehingga syarat adanya perubahan adalah adanya nilai dan adanya pelaku.

Allah swt juga memberikan kabar gembira sekaligus kabar buruk pada manusia tentang perubahan. Disebutkan dalam Surat Al ’Araf :96. ”Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”

Maka, saat paradigma berpikir kita tentang ekonomi Islam, tentu sandaran dasarnya adalah Islam itu sendiri. Islam yang sumbernya telah digariskan dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Sehingga membahas ekonomi Islam, maka mesti digali dari sumbernya. Apalagi Islam telah dinyatakan sempurna dan diridhoi oleh Allah swt. Sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an surat Al Ma’idah 5: 3. ”... Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhoi Islam itu jadi agama bagimu.

Makanya, manusia adalah sebagai pembawa nilai dan pelaku dalam ekonomi Islam, berupaya untuk mewujudkan KEMAKMURAN & KESEJAHTERAAN dalam hidup & kehidupannya sebagai manifestasi dari tugas sebagai khalifah diatas bumi ini. Allah SWT telah sebutkan dalam Al Qur’an surat Al An’am 6 :165, ”Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Wajar saat model ekonomi Islam dikumandangkan, pelakunya mesti menjadi orang yang berupaya sungguh-sungguh untuk memahaminya, menyebarkannya, dan membuat proyek-proyek ekonomi sebagai aplikasi amal-amal produktif dari ekonomi Islam. Sehingga ekonomi Islam tidak saja hanya sebatas pemikiran dan ilmu. Tidak saja dalam tataran wacana dan seminar, melainkan mesti menjadi amal sebagai buah dari pada ilmu.
Nilai dan pelakunya menjadi bagian tak terpisahkan dan berkaitan satu sama lainnya. Bila salah satunya hilang, maka yang lain akan berjalan dengan timpang. Sehingga bisa saja, nantinya pelaku-pelaku ekonomi Islam akan bermunculan orang-orang non Muslim yang tanpa nilai dan jiwa Islam itu sendiri.

Nah, bila paradigma berpikir ekonomi Islam telah benar, maka percepatan aplikasinya akan mudah untuk dikembangkan. Sehingga lahir inovasi dan variasi turunan ekonomi Islam. Kian hari pelaku akan semakin bertambah. Hal ini diharapkan juga memunculkan kebijakan-kebijakan strategis dari pemerintah. Sinergitas erat antara pemerintah, praktisi, akademisi dan pelaku ekonomi Islam, menjadi ekonomi Islam demikian indah dan dinikmati semua pihak. Tidak terbatas dikalangan kaum Muslim saja. Lambat laun juga akan dirasakan oleh non-Muslim. Bukan kah Rasulullah juga diutus untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam, tanpa membedakan agama, suku dan ras tertentu.

Bagaimana dengan Anda?

Pekanbaru, 26 Rabiul Awal 1428 H
14 April 2007 M

Tidak ada komentar: