Diriku Apa Adanya
- Ade Chandra
- Indonesia
- Only new-born human to develop potencies optimum 100% and to give multi-purposes internationally
Sabtu, Desember 27, 2014
Fatwa DSN No.02 Tentang Tabungan
FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
NO: 02/DSN-MUI/IV/2000
Tentang
Dewan Syari’ah Nasional setelah
Menimbang :
a. bahwa keperluan masyarakat
dalam peningkatan kesejahteraan
dan dalam penyimpanan kekayaan,
pada masa kini, memerlukan
jasa perbankan; dan salah satu
produk perbankan di bidang
penghimpunan dana dari masyarakat
adalah tabungan, yaitu
simpanan dana yang penarikannya
hanya dapat dilakukan
menurut syarat-syarat tertentu
yang telah disepakati, tetapi tidak
dapat ditarik dengan cek, bilyet
giro, dan/atau alat lainnya yang
dipersamakan dengan itu;
b. bahwa kegiatan tabungan tidak
semuanya dapat dibenarkan oleh
hukum Islam (syari’ah);
c. bahwa oleh karena itu, DSN
memandang perlu menetapkan fatwa
tentang bentuk-bentuk mu’amalah
syar’iyah untuk dijadikan
pedoman dalam pelaksanaan
tabungan pada bank syari’ah.
Mengingat :
1. Firman Allah QS. al-Nisa’ [4]:
29:
“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian
saling memakan
(mengambil)
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan sukarela di
antaramu…”.
2. Firman Allah QS. al-Baqarah
[2]: 283:
“…Maka, jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain,
hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya dan
hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya…”.
3. Firman Allah QS. al-Ma’idah
[5]: 1:
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad
itu …”.
4. Firman Allah QS. al-Ma’idah
[5]: 2:
“dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan)
kebajikan….”
5. Hadis Nabi riwayat Ibnu Abbas:
“Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan
harta sebagai
mudharabah, ia
mensyaratkan kepada mudharib-nya
agar tidak
mengarungi
lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak
membeli hewan
ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia
(mudharib)
harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan
yang ditetapkan
Abbas itu didengar Rasulullah, beliau
membenarkannya” (HR. Thabrani
dari Ibnu Abbas).
6. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah:
“Nabi bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung
berkah: jual
beli tidak
secara tunai, muqaradhah
(mudharabah), dan
mencampur gandum
dengan jewawut untuk keperluan rumah
tangga, bukan
untuk dijual.’” (HR.
Ibnu Majah dari Shuhaib).
7. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi:
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum
muslimin kecuali
perdamaian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram; dan
kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat
mereka kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan
yang haram” (HR.
Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).
8. Ijma. Diriwayatkan, sejumlah
sahabat menyerahkan (kepada
orang, mudharib) harta
anak yatim sebagai mudharabah dan tak
ada seorang pun mengingkari
mereka. Karenanya, hal itu
dipandang sebagai ijma’ (Wahbah
Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa
Adillatuhu, 1989, 4/838).
9. Qiyas. Transaksi mudharabah
diqiyaskan kepada transaksi
musaqah.
10. Kaidah fiqh:
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh
dilakukan
kecuali ada
dalil yang mengharamkannya.”
11. Para ulama menyatakan, dalam
kenyataan banyak orang yang
mempunyai harta namun tidak
mempunyai kepandaian dalam
usaha memproduktifkannya;
sementara itu, tidak sedikit pula
orang yang tidak memiliki harta
namun ia mempunyai
kemampuan dalam
memproduktifkannya. Oleh karena itu,
diperlukan adanya kerjasama di
antara kedua pihak tersebut.
Memperhatikan :
Pendapat peserta Rapat Pleno
Dewan Syari'ah Nasional pada hari
Sabtu, tanggal 26 Dzulhijjah 1420
H./1 April 2000.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWA TENTANG
TABUNGAN
Pertama : Tabungan ada
dua jenis:
1. Tabungan yang tidak dibenarkan
secara syari’ah, yaitu tabungan
yang berdasarkan perhitungan
bunga.
2. Tabungan yang dibenarkan,
yaitu tabungan yang berdasarkan
prinsip Mudharabah dan Wadi’ah.
Kedua : Ketentuan Umum
Tabungan berdasarkan Mudharabah:
1. Dalam transaksi ini nasabah
bertindak sebagai shahibul mal atau
pemilik dana, dan bank bertindak
sebagai mudharib atau
pengelola dana.
2. Dalam kapasitasnya sebagai
mudharib, bank dapat melakukan
berbagai macam usaha yang tidak
bertentangan dengan prinsip
syari’ah dan mengembangkannya,
termasuk di dalamnya
mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan
jumlahnya, dalam bentuk tunai
dan bukan piutang.
4. Pembagian keuntungan harus
dinyatakan dalam bentuk nisbah
dan dituangkan dalam akad
pembukaan rekening.
5. Bank sebagai mudharib menutup
biaya operasional tabungan
dengan menggunakan nisbah
keuntungan yang menjadi haknya.
6. Bank tidak diperkenankan
mengurangi nisbah keuntungan
nasabah tanpa persetujuan yang
bersangkutan.
Ketiga : Ketentuan Umum
Tabungan berdasarkan Wadi’ah:
1. Bersifat simpanan.
2. Simpanan bisa diambil kapan
saja (on call) atau berdasar-kan
kesepakatan.
3. Tidak ada imbalan yang
disyaratkan, kecuali dalam bentuk
pemberian (‘athaya) yang
bersifat sukarela dari pihak bank.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 26 Dzulhijjah 1420 H.
1 April 2000 M
DEWAN SYARI’AH
NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua, Sekretaris,
Prof. KH. Ali Yafie Drs. H.A. Nazri Adlani
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar