Diriku Apa Adanya

Foto saya
Indonesia
Only new-born human to develop potencies optimum 100% and to give multi-purposes internationally

Kamis, Maret 27, 2008

MEMBANGUN KEMANDIRIAN BANGSA SELAMATKAN PEDAGANG KAKI LIMA !

Oleh: Ade Chandra
Click di http://muhajirin-society.blogspot.com

Saat jalan ditengah kota Kuala Lumpur tepatnya disekitar kawasan padat lalu lintas dekat Pasar Seni akan banyak kita temukan pedagang dengan gerobak dorongnya. Beraneka barang dagangan mereka jual. Mulai makanan cepat saji, buah-buahan, mainan, pakaian hingga semua aksesoris yang mempercantik penampilan. Setiap kita jalan ditempat tersebut, mereka tetap berada disana. Mereka ini kalau dinegara kita disebut Pedagang Kaki Lima (PKL). Saya sempat bertanya dalam hati kenapa mereka tidak digusur. Padahal mereka bisa “merusak” keindahan kota.

Belum lagi mendapat jawaban atas pertanyaan tersebut, pada malam-malam tertentu juga akan kita temukan pasar malam. Beraneka dagangan dijajakan disana. Beberapa tempat yang pernah saya datangi, pengunjungnya sangat ramai sekali. Maklum harganya miring dibanding supermarket dan barang-barang yang sulit didapatkan ada disana.

Bahkan dikampus juga diadakan pasar malam. Biasanya malam week-end. Kegiatan ini langsung diprakarsai oleh organisasi mahasiswa, Entrepreneurship Club. Sempat saya tanyakan kenapa sering diadakan pasar malam dibanyak tempat di Malaysia termasuk dikampus dan kenapa pedagang dibiarkan berjualan dikawasan padat lalu lintas.

Beberapa hal penting yang mereka sampaikan membuat saya terperanjat. “Apa yang kami lakukan juga dilakukan pemerintah adalah untuk membangun semangat wirausaha dan kemandirian warga Melayu. Karena selama ini warga Melayu hanya mau bekerja sebagai kakitangan (pegawai) pemerintah saja. Sedangkan warga selain Melayu mendominasi perdagangan.”

Untuk mendukung program wirausaha rakyatnya, pemerintah Malaysia dan swasta berlomba-lomba memberikan bantuan secara berkelanjutan. Mulai dari kebijakan strategis, pengembangan manajemen organisasi dan kerja-kerja teknis lainnya, hingga bantuan financial diberikan. Begitu seriusnya, bahkan ada bantuan keuangan awal bagi proposal bisnis rakyatnya yang memiliki prospek untuk dimajukan. Nilainya sekitar RM20.000 atau setara dengan Rp. 58.000.000 (andai kurs RM1 = Rp. 2.900). Bila produknya sudah jadi dan memerlukan pengembangan pemasaran, maka akan dibantu lagi sama dengan jumlah uang yang disebutkan diatas.

Saya teringat dengan PKL yang ada di kota-kota besar di Indonesia. Mereka sering digusur secara paksa bahkan harus merelakan gerobaknya disita dan tragisnya lagi dibakar. Alasan yang sering dikemukakan aparat pemerintah dan jajarannya adalah bahwa PKL merusak pemandangan kota. Sudah berkali-kali diperingatkan tapi tidak juga mau pindah. Hal ini bertolak belakang dengan apa yang dilakukan di negara jiran.

Kita bangga memiliki PKL dengan semangat kemandirian luar biasa. Mereka menjadi solusi konkrit terhadap permasalahan pengangguran. Mereka berupaya eksis ditengah naiknya harga minyak dengan biaya hidup yang semakin meninggi.

Suatu kali saya bertanya dengan PKL yang sudah berdagang makanan cepat saji selama 10 tahun di kota Pekanbaru, “Bang, kenapa mau jadi PKL, kan sering kena gusur?” jawabannya membuat saya terperanjat, “Sudah panggilan jiwa, saya tidak ingin menjadi beban pemerintah. Saya ingin menjadi solusi buat bangsa ini!” jawabnya sambil tersenyum. Benar saja, beliau awalnya mempekerjakan 2 orang karyawan yang dulunya pengangguran dikampungnya dan sekarang mereka telah mandiri. Begitu terus dilakukannya tiap 2 tahun.

Jawaban ini mengingatkan saya tentang konsep progression of commitment value dengan 4 tingkatan komitmen secara berurutan. Mulai dari political commitment, intellectual commitment, emotional commitment dan spiritual commitment.

Political commitment merupakan tingkatan terendah dimana komitmen dilakukan secara terpaksa. Sedangkan tingkatan selanjutnya intellectual commitment dimana suatu komitmen dilakukan untuk memenuhi kebutuhan intelektualnya. Emotional commitment bersifat sukarela dan tidak lagi memikirkan untung rugi. Sedangkan tingkatan tertinggi spiritual commitment yang sudah merupakan panggilan jiwa dan tidak terikat lagi dengan masalah duniawi.

Saya memiliki bukti bahwa pemerintah dan jajarannya ada yang telah sampai pada tahap spiritual commitment, bekerja sebagai panggilan jiwa. Saya menemukan di pinggiran Jalan Sam Ratulangi kota Pekanbaru, PKL diberikan kesempatan untuk berjualan disana. Sudah lebih dari 15 tahun. Jumlah PKL juga semakin bertambah. Mereka biasanya memenuhi pinggiran jalan untuk mulai berdagang setelah Sholat Ashar dan menutup dagangannya hingga jam 12 malam. PKL ini sangat ramah pada pembeli dan sangat menjaga kebersihan lingkungan disekitar mereka.

Bila hal seperti ini terus dikembangkan dinegeri kita tercinta, maka 10 tahun kedepan bangsa ini akan menjadi bangsa mandiri yang mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Namun, yang sering muncul kepermukaan adalah bahwa PKL selalu dikebiri. Padahal kita memerlukan upaya-upaya lebih baik lagi untuk menjadikan PKL sebagai kebanggaan bangsa. Bukan saja masalah pendapatan masyarakat yang semakin meningkat, juga kretifitas dan inovasi produk dan pelayananan juga akan semakin berkembang.

Beberapa ide yang dapat dilakukan PKL bersama pemerintah maupun swasta yaitu:
  1. Mencarikan lokasi yang layak terlebih dahulu sebelum PKL akan dipindahkan. Layak disini bukannya bagi PKL saja, tetapi juga akses bagi pembeli juga mudah sehingga transaksi perdagangan berlangsung baik.
  2. Membantu memberikan tempat jualan yang layak dengan mobilitas yang tinggi. Seperti dibeberapa negara para PKL nya jualan diatas mobil yang telah dimodifikasi sehingga mudah untuk jualan dimana saja.
  3. Membuka akses perbankan berjalan bagi PKL, sangat tepat peluang ini ditangkap oleh perbankan syariah khususnya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dan lembaga keuangan syariah mikro dengan memakai konsep mudharabah (bagi hasil) maupun musyarakah. Bisa jadi sistem pengembalian dilakukan perhari atau pun perminggu. Saat PKL mulai menggelar dagangannya, modal segera diserahkan oleh bank syariah. Setelah tutup transaksinya maka modal dan keuntungan diserahkan PKL ke bank syariah.
  4. Melakukan pembinaan berkelanjutan baik dari kualitas produk yang dijual, cara pelayanan kepada pelanggan maupun pencatatan keuangan sederhana. Juga melakukan pembinaan spiritual mereka. Pembinaan ini akan memotivasi mereka untuk menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi lingkungannya.
  5. Memberikan penghargaan kepada PKL dengan mempekerjakan karyawan lebih dari 5 orang dan menjadi pujian bagi pelanggan dalam hal kehalalan dan kualitas produk, pelayanan, dan tempat serta ramai dikunjungi pendatang maupun wisatawan.
    Nah, kerja sama yang baik antara PKL dan pemerintah tentu akan menghasilkan keuntungan juga bagi masing-masing pihak. Atau istilah tepatnya win-win solution dan atau win-win situation.

Kembali PKL dinegara jiran, ternyata banyak dari mereka berasal dari Indonesia. Bahkan diantara mereka banyak yang sudah menjadi permanent residence. “Saya mau menjadi penghasil devisa buat negara kita,” kata salah seorang PKL yang berada dikampus Islam internasional di Malaysia. Kami pun para mahasiswa Indonesia sangat mendukung mereka. “Kita belanja pada orang Indonesia saja, agar kita juga ikut berperan dalam memberikan kontribusi bagi negara,” kata salah seorang mahasiswa Ph.D engineering asal Jakarta. Ini merupakan panggilan jiwa dari ide sederhana tapi penuh kedalaman makna bila dilaksanakan secara benar dan berkelanjutan. Sudah saatnya kita bangun kemandirian bangsa dengan menyelamatkan pedagang kaki lima secara bijaksana dan berdaya guna. Agar bangsa ini tidak akan pernah tergantung lagi dari belas kasihan bangsa lain.


Bagaimana dengan Anda?

Tidak ada komentar: